kelinci

Minggu, 12 Juni 2016

By Bunga Nur Inda Sari PBS 4A




FIQIH MUAMALAH 2
MAISIR, GHARAR, DAN RIBA

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
1.      BUNGA NUR INDA SARI (1416142138)
2.      OKTA NOVIYANTI (1416142161)
Lokal: PBS 4A

DOSEN PENGAMPUH:
KHAIRIAH EL WARDAH. M.Ag


PRODI PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN EKONOMI ISLAM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU
2016




KATA PENGANTAR

       Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Maisir, Gharar, dan Riba” dengan baik meskipun masih banyak terdapat kekurangan didalam makalah ini.
       Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenaibukti-bukti kebesaran Allah, dan juga fenomena-fenomena alam yang terjadi. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
       Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.


Bengkulu,   Maret 2016


Penyusun






DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR...................................................................................................... 2
DAFTAR ISI..................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................. 4
             A. Latar Belakang........................................................................................................ 4
           B.     Rumusan Masalah.................................................................................................... 5
           C.    Tujuan Penulisan...................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................. 6
           A.    Pengertian Maisir..................................................................................................... 6
           B.     Hukum Pelarangan Maisir....................................................................................... 6
           C.     Pengertian Gharar dan Jenis-Jenisnya..................................................................... 7
           D.    Hukum Pelarangan Gharar...................................................................................... 9
           E.     Pengertian Riba Dan Jenis-Jenisnya........................................................................ 10
F         F.      Hukum Pelarangan Riba.......................................................................................... 14
BAB III PENUTUP.......................................................................................................... 15
          A.    Kesimpulan.............................................................................................................. 15
          B.     Saran........................................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 16





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Islam sebagai ad-din mengandung ajaran yang komprehensif dan sempurna (syumul). Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, tidak saja aspek ibadah, tetapi juga aspek muamalah, khususnya ekonomi Islam. Al-Qur’an secara tegas menyatakan kesempurnaan Islam tersebut dalam banyak ayat, antara lain: (Q.S 5:3, 6:38, 16:89).
Salah satu ajaran Islam yang mengatur kehidupan manusia adalah aspek ekonomi (mua’malah, iqtishodiyah). Ajaran Islam tentang ekonomi cukup banyak dan ini menunjukkan bahwa perhatian Islam dalam masalah ekonomi sangat besar. Ayat yang terpanjang dalam Al-Quran justru berisi tentang masalah perekonomian, bukan masalah ibadah (mahdhah) atau aqidah. Ayat yang terpanjang itu ialah ayat 282 dalam surah Al-Baqarah, yang menurut Ibnu Arabi ayat ini mengandung 52 hukum/masalah ekonomi).
Sejak zaman Rasulullah saw semua bentuk perdagangan yang tidak pasti (uncertainty) telah dilarang, berkaitan dengan jumlah yang tidak ditentukan secara khusus atas barang-barang yang akan ditukarkan atau dikirimkan. Bahkan disempurnakan pada zaman kejayaan Islam (bani Umayyah dan Abbasiyah) dimana kontribusi Islam adalah mengidentifikasi praktik bisnis yang telah dilakukan harus sesuai dengan Islam, selain itu mengkodifikasikan, mensistematis dan memformalisasikan praktik bisnis dan keuangan ke standar legal yang didasarkan pada hukum Islam yaitu Al-Qur’an dan Sunnah.
Pelarangan gharar, maisir dan riba semakin relevan untuk era modern ini karena pasar keuangan modern banyak mengandung usaha memindahkan risiko (bahaya) pada pihak lain (dalam asuransi konvensional, pasar modal dan berbagai transaksi keuangan yang mengandung unsur perjudian). Dimana setiap usaha bisnis pasti memiliki risiko dan tidak dapat dihindari. Sistem inilah yang dihapus oleh Islam agar proses transaksi tetap terjaga dengan baik dan persaudaraan tetap terjalin dan tidak menimbulkan permusuhan bagi yang melalukan transaksi dalam pasar keuangan.
Dalam makalah ini akan membahas lebih lanjut tentang konsep dasar dan defenisi dari berbagai istilah yang berkaitan dengan “gharar, maisir, dan riba.”

    B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah Pengertian Maisir dan Hukumnya?
2.      Apakah Pengertian Gharar Dan Hukumnya?
3.      Apa Saja Jenis-Jenis Gharar?
4.      Apakah Pengertian Riba dan Hukumnya?
5.      Apa Saja Jenis-Jenis Riba?

   C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk Mengetahui Pengertian Maisir Dan Hukumnya
2.      Untuk Mengetahui Pengertian Gharar Dan Hukumnya
3.      Untuk Mengetahui Jenis-Jenis Gharar
4.      Untuk Mengetahui Pengertian Riba Dan Hukumnya
5.      Untuk Mengetahui Jenis-Jenis Riba










BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Maisir
Maysir adalah transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan. Identik dengan kata maysir adalah qimar. Menurut Muhammad Ayub, baik maysir maupun qimar dimaksudkan sebagai permainan untung-untungan (game of chance). Dengan kata lain, yang dimaksudkan dengan maysir adalah perjudian. [1]
Kata Maysir dalam bahasa Arab secara harfiah adalah memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja. Yang biasa juga disebut berjudi. Judi dalam terminologi agama diartikan sebagai “suatu transaksi yang dilakukan oleh dua pihak untuk kepemilikan suatu benda atau jasa yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain dengan cara mengaitkan transaksi tersebut dengan suatu tindakan atau kejadian tertentu”.
Agar bisa dikategorikan judi maka harus ada 3 unsur untuk dipenuhi:
1.      Adanya taruhan harta/materi yang berasal dari kedua pihak yang berjudi.
2.      Adanya suatu permainan yang digunakan untuk menentukan pemenang dan yang kalah.
3.      Pihak yang menang mengambil harta (sebagian/seluruhnya) yang menjadi taruhan, sedangkan pihak yang kalah kehilangan hartanya.
·         Contoh Maysirnya ketika sejumlah orang masing-masing membeli kupon Togel dengan “harga” tertentu dengan menembak empat angka. Lalu diadakan undian dengan cara tertentu untuk menentukan empat angka yang akan keluar. Maka, ini adalah undian yang haram, sebab undian ini telah menjadi bagian aktivitas judi. Di dalamnya ada unsur taruhan dan ada pihak yang menang dan yang kalah di mana yang menang mengambil materi yang berasal dari pihak yang kalah. Ini tak diragukan lagi adalah karakter-karakter judi yang najis.

·         Hukum Maisir
Niat tidak menghalalkan cara berjudi untuk membantu orang yang memerlukan. Al-maysir (Perjudian) terlarang dalam syariat Islam, dengan dasar al-Quran, as-Sunnah, dan ijma’. Dalam al-Quran, terdapat firman Allah subhanahu wa Ta’ala yaitu :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Qs. al-Ma’idah: 90)
Dari as-Sunnah, terdapat sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu:
“Barangsiapa yang menyatakan kepada saudaranya, ‘Mari, aku bertaruh denganmu.’ maka hendaklah dia bersedekah.” (Hr. Bukhari dan Muslim)”
Dalam hadis ini, Nabi Muhammad saw menjadikan ajakan bertaruh baik dalam pertaruhan atau muamalah sebagai sebab membayar kafarat dengan sedekah, Ini menunjukkan keharaman pertaruhan.

B.     Pengertian Gharar
Gharar merupakan larangan utama kedua dalam transaksi muamalah setelah riba. Penjelasan pasal 2 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia no.10/16/PBI/2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No.9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syari’ah dalam kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syari’ah memberikan pengertian mengenai Gharar sebagai transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syari’ah.
Gharar mengacu pada ketidakpastian yang disebabkan karena ketidakjelasan berkatan dengan objek perjanjian atau harga objek yang diperjanjikan didalam akad. Sedangkan definisi menurut beberapa ulama :
a.       Imam Syafi’i : Gharar adalah apa-apa yang akibatnya tersembunyi dalam pandangan kita dan akibat yang paling mungkin muncul adalah yang paling kita takuti (tidak dikehendaki.)
b.      Wahbah al-Zuhaili: Gharar adalah penampilan yang menimbulkan kerusakan atau sesuatu yang tampaknya menyenangkan tetapi hakikatnya menimbulkan kebencian.
c.       Ibnu Qayyim: Gaharar adalah yang tidak bisa diukur penerimaannya, baik barang itu ada maupun tidak ada, seperti menjual hamba yang melarikan diri dan unta yang liar.

·         Contoh Gharar[2]
Imam malik mendefinisikan gharar sebagai jual beli objek yang belum ada dan dengan demikian belum dapat diketahui kualitasnya oleh pembeli. Contohnya : jual-beli budak belian yang melarikan diri; jual-beli binatang yang telah lepas dari tangan pemiliknya; atau jual-beli anak binatang yang masih berada dalam kandungan induknya. Menurut Imam Malik, jual-beli tersebut adalah jual-beli yang haram karena mengandung unsur untung-untungan (Ayub, 2007:58).

·         Jenis-Jenis Gharar[3]
Dilihat dari peristiwanya, jual beli gharar yang diharamkan bisa ditinjau dari tiga sisi, yaitu:
1.      Jual-beli barang yang belum ada (ma’dum), seperti jual beli habal al habalah (janin dari hewan ternak).
2.      Jual beli barang yang tidak jelas (majhul), baik yang mutlak, seperti pernyataan seseorang: “Saya menjual barang dengan harga seribu rupiah,” tetapi barangnya tidak diketahui secara jelas, atau seperti ucapan seseorang: “Aku jual mobilku ini kepadamu dengan harga sepuluh juta,” namun jenis dan sifat-sifatnya tidak jelas. Atau bisa juga karena ukurannya tidak jelas, seperti ucapan seseorang: “Aku jual tanah kepadamu seharga lima puluh juta”, namun ukuran tanahnya tidak diketahui.
3.      Jual beli barang yang tidak mampu diserahterimakan. Seperti jual beli budak yang kabur, atau jual beli mobil yang dicuri. Ketidakjelasan ini juga terjadi pada harga, barang dan pada akad jual belinya.

·         Hukum Gharar
Dalam syari’at Islam, jual beli gharar ini terlarang. Dengan dasar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah yang berbunyi. “artinya: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam melarang jual beli al-hashah dan jual beli gharar.”[4]
Berdasarkan hukumnya gharar terbagi menjadi tiga:[5]
a.       Gharar yang diharamkan secara ijma ulama, yaitu gharar yang menyolok (al-gharar alkatsir) yang sebenarnya dapat dihindarkan dan tidak perlu dilakukan. Contoh jual beli ini adalah jual beli mulaamasah, munaabadzah, bai’ al-hashah, bai’ malaqih, bai’ al madhamin, dan sejenisnya. Tidak ada perbedaan pendapat ulama tentang keharaman dan kebatilan akad seperti ini.
b.      Gharar yang dibolehkan secara ijma ulama, yaitu gharar ringan (al-gharar al-yasir). Para ulama sepakat, jika suatu gharar sedikit maka ia tidak berpengaruh untuk membatalkan akad. Contohnya seseorang membeli rumah dengan tanahnya
c.       Gharar yang masih diperselisihkan, apakah diikutkan pada bagian yang pertama atau kedua? Misalnya ada keinginan menjual sesuatu yang terpendam di tanah, seperti wortel, kacang tanah, bawang dan lain-lainnya. Para ulama sepakat tentang keberadaan gharar dalam jual-beli tersebut, namun masih berbeda dalam menghukuminya. Adanya perbedaan ini, disebabkan sebagian mereka diantaranya Imam Malik memandang ghararnya ringan, atau tidak mungkin dilepas darinya dengan adanya kebutuhan menjual, sehingga memperbolehkannya.
Karena nampak adanya pertaruhan dan menimbulkan sikap permusuhan pada orang yang dirugikan. Yakni bisa menimbulkan kerugian yang besar kepada pihak lain. Oleh karena itu dapat dilihat adanya hikmah larangan jual beli tanpa kepastian yang jelas (Gharar) ini. Dimana dalam larangan ini mengandung maksud untuk menjaga harta agar tidak hilang dan menghilangkan sikap permusuhan yang terjadi pada orang akibat jenis jual beli ini.

C.    Pengertian Riba
Menurut etimologi riba berarti az-ziyadah. Artinya tambahan. Sedangkan menurut terminologi adalah:
اَلرِّبَافىِ الشَّرْعِ هُوَ فَضْلُ الخَالٍ عَنْ عِوَضِ شَرْطٍ ِلأَحَدٍ العَاقِدَيْنِ
“Kelebihan/tambahan pembayaran tanpa ada ganti/imbalan yang disyaratkan bagi salah seorang dari dua orang yang membuat akad (transaksi).”
Diantara akad jual beli yang dilarang dengan pelarangan yang keras antara lain adalah riba. Riba secara bahasa berarti penambahan, pertumbuhan, kenaikan, dan ketinggian. Sedangkan menurut terminologi syara’, riba berarti : “akad untuk satu ganti khusus tanpa diketahui perbandingannya dalam penilaian syariat ketika berakad atau bersama dengan mengakhirkan kedua ganti atau salah satunya.”[6]
Dengan demikian riba menurut istilah ahli fiqh adalah penambahan pada salah satu dari dua ganti yang sejenis tanpa ada ganti dari tambahan ini. Tidak semua tambahan dianggap riba, karena tambahan terkadang dihasilkan dalam sebuah perdagangan dan tidak ada riba didalamnya hanya saja tambahan yang diistilahkan dengan nama “riba” dan al-qir’an datang menerangkan pengharamannya adalah tambahan yang diambil sebagai ganti rugi dari tempo, qatadah berkata: “sesungguhnya riba orang jahiliyah adalah seseorang menjual satu jualan sampai tempo tertentu dan ketika jatuh tempo dan orang yang berhutang tidak bisa membayarnya dia menambah hutangnya dan melambatkan tempo.”
·         Jenis-Jenis Riba[7]
1.      Riba Fadhl, yaitu tukar menukar dua barang yang sama jenisnya dengan kualitas berbeda yang disyaratkan oleh orang yang menukarkan.
contoh : tukar menukar emas dengan emas, perak dengan perak, beras dengan  beras dan sebagainya.
2.       Riba Yadd, yaitu berpisah dari tempat sebelum ditimbang dan diterima, maksudnya : orang yang membeli suatu barang, kemudian sebelum ia menerima barang tersebut dari si penjual, pembeli menjualnya kepada orang lain. Jual beli seperti itu tidak boleh, sebab jual beli masih dalam ikatan dengan pihak pertama.
3.      Riba Nasi’ah  yaitu riba yang dikenakan kepada orang yang berhutang disebabkan memperhitungkan waktu yang ditangguhkan. Contoh : Aminah meminjam cincin 10 Gram pada Ramlan. Oleh Ramlan disyaratkan membayarnya tahun depan dengan cincin emas sebesar 12 gram, dan apa ila terlambat 1 tahun, maka tambah 2 gram lagi, menjadi 14 gram dan seterusnya. Ketentuan mbelambatkan pembayaran satu tahun.
4.      Riba Qardh, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan bagi orang yang meminjami atau yang memberi hutang.
Contoh : Ahmad meminjam uang sebesar Rp. 25.000 kepada Adi. Adi mengharuskan dan mensyaratkan agar Ahmad mengembalikan hutangnya kepada Adi sebesar Rp. 30.000 maka tambahan Rp. 5.000 adalah riba Qardh.
  1. Hukum Riba
Ayat yang melarang riba :
a.       Surat Ali Imron ayat 130

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman!7 janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertawalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.

b.      Al-Baqarah ayat 275 :
... وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ....
Artinya: Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

c.       Surat Al-Baqarah ayat 276 :
Artinya: Allah memusnahkan riba dan menyuburkan shadaqah.

d.      Hadis
عَنْ جَابِرٍ لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ آكِلَ الرِّبَا وَمُوَكِّلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ (رواه المسلم)
“Dari jabir, Rasulullah melaknat riba, yang mewakilkannya, penulisnya dan yang menyaksikannya (H.R. Muslim).”

e.       Hadis
عبدة قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلُ اللهِ ص م. يَنْهَى عَنْ بَيْعِ اَلذَّهَبِ بِالذَّهَبِ وَاْلفِضّةِ بِالْفِضَّةِ وَالبِرَّ بِالبِرِّ وَالسَّعِيْرِ بِالسَّعِيْرِ وَالتَّمَرِ بِالتَّمَرِ وَالمِلْحِ بِالمِلْحِ اَلاَسَوَاءً بِسَوَاءٍ عَيْنًا بِعَيْنٍ فَمَنْ اَزْدَا اوْاِزْدَادَقعد ازلى
“Ubadah berkata; saya mendengar rasulullah SAW. Melarang jual beli emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma dan garam dengan garam, kecuali dengan sama (dalam timbangan/takaran) dan kontan. Barang siapa melebihkan salah satunya, ia termasuk dalam praktek riba.” (Ubadah bin Al-Shamit )

Larangan riba yang terdapat dalam Al Qur’an tidak diturunkan sekaligus, melainkan diturunkan dalam empat tahap:
·         Tahap pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zhahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati atau taqarrub kepada Allah .
Surat Ar-Rum ayat 39
وَمَآ ءَاتَيْتُم مِّن رِّبًۭا لِّيَرْبُوَا۟ فِىٓ أَمْوَٰلِ ٱلنَّاسِ فَلَا يَرْبُوا۟ عِندَ ٱللَّهِ ۖ وَمَآ ءَاتَيْتُم مِّن زَكَوٰةٍۢ تُرِيدُونَ وَجْهَ ٱللَّهِ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُضْعِفُونَ
                                                   
Artinya: Dan suatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu masudkan untuk mencapai keridlaan Allah, maka (yang berbuat demikin) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).
·         Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah mengancam memberi balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba. Seperti tertera dalam Al-qur’an yaitu:
“Maka disebabkan kezhaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka yang (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang bathil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (Q.S. An Nisa: 160-161)
·         Tahap ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat, bahwa pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak dipraktikkan pada masa tersebut. Allah berfirman :
ٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوا۟ ٱلرِّبَوٰٓا۟ أَضْعَٰفًۭا مُّضَٰعَفَةًۭ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman! janganlah kamu memakan riba dengan berlipat-ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah agar kamu beruntung.” (Q.S. Ali Imran: 130).
·         Tahap terakhir, Allah dengan jelas dan tegas mengharam-kan apa pun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman. Ini adalah ayat terakhir yang diturunkan menyangkut riba.
 ٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَذَرُوا۟ مَا بَقِىَ مِنَ ٱلرِّبَوٰٓا۟ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS Al-Baqarah : 278)

فَإِن لَّمْ تَفْعَلُوا۟ فَأْذَنُوا۟ بِحَرْبٍۢ مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ۖ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَٰلِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ
”Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS Al-Baqarah : 279).

























BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kata Maysir dalam bahasa Arab arti secara harfiah adalah memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja. Yang biasa juga disebut berjudi. Istilah lain yang digunakan dalam al-Quran adalah kata `azlam` yang berarti perjudian.
Maksud al-Gharar ialah “Ketidakpastian”. Maksud ketidakpastian dalam transaksi muamalah ialah: “Terdapat sesuatu yang ingin disembunyikan oleh sebelah pihak dan ianya boleh menimbulkan rasa ketidakadilan serta penganiayaan kepada pihak yang lain”. Menurut Ibn Rush maksud al-Gharar ialah: “Kurangnya maklumat tentang keadaan barang (objek), wujud keraguan pada kewujudkan barang, kuantiti dan maklumat yang lengkap berhubung dengan harga. Ia turut berkait dengan masa untuk diserahkan barang terutamanya ketika wang sudah dibayar tetapi masa untuk diserahkan barang tidak diketahui”. Ibn Taimiyah menyatakan al-Gharar ialah: “Apabila satu pihak mengambil haknya dan satu pihak lagi tidak menerima apa yang sepatutnya dia dapat”.
Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar . Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Secara juristikal, riba mengandung dua pengertian:
·         Tambahan uang yang diberikan ataupun diambil dimana pertukaran uang tersebut dengan uang yang sama, misal dollar for dollar excange.
·         Tambahan nilai uang pada satu sisi yang sedang malkukan kontrak tatkla komoditas yang diperdagangkan secara barter itu pada jenis yang sama.

B.     Saran
Melalui makalah ini kami harapkan pembaca dapat mengetahui tentang maisir, gharar, dan riba. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.



DAFTAR PUSTAKA

   Aziz, Abdul Muhammad Azzam. 2010. Fiqh Muamalat Sistem Transaksi dalam Fiqh Islam. Jakarta: AMZAH.
Muhammad, Ash-Shawi Shalah Muhammad. 2008. Problematika Investasi pada bank Islam solusi ekonomi; penerjemah: Rafiqah Ahmad, Alimin, Jakarta: Migunan
Remy, Sutan Sjahdeini. 2014. Perbankan Syar’iah Produk-produk dan Aspek-aspek hukumnya. Jakarta: Kencana.




[1] Sutan remy sjahdeini, 2014, PERBANKAN SYARIAH produk-produk dan aspek-aspek hukumnya, Jakarta:kencana Prenamedia Group, hlm.171

[2] Ibid, Sutan remy sjahdeini, hlm. 169.
[4] Ibid,Sutan remy sjahdeini, hlm.168
[5] Ash-Shawi, Muhammad Shalah Muhammad, 2008,  Problematika Investasi pada bank Islam solusi ekonomi; penerjemah: Rafiqah Ahmad, Alimin, Jakarta: Migunani,  hlm. 289
[6] Abdul Aziz Muhammad Azzam, 2010, fqih muamalat system transaksi dalam islam, Jakarta: AMZAH, hlm. 215
[7] Ibid,Abdul Aziz Muhammad Azzam, hlm. 217.